Menuntut Ilmu Agama (Tauhid)
Ini suatu fasal pada menyatakan ringkasan Bab menuntut ilmu, adapun menuntut ilmu ini adalah Fardu ‘Ain bagi tiap2 orang yang mukalaf laki-laki maupun perempuan.
Kelebihan Ilmu: FirmanNya: "Allah menyaksikan bahwa Sesungguhnya tiada Tuhan selain Dia. Dan Malaikat2 dan orang2 berilmu (menyaksikan) yang tegak dengan keadilan", QS: Ali Imran 18.
Allah berfirman lagi: "Ditinggikan Allah darjat orang2 yang beriman dan orang2 yang dianugerahi ilmu", QS: Al Mujaadalah 11.
lagi firman: "Apakah sama orang yang berilmu dengan orang yang tak mengetahui? Sesungguhnya hanya orang2 yang beraqallah yang dapat memahaminya", QS: Az Zumar 9.
Sabda Rasulullah SAW: "Kelebihan orang berilmu dari orang ahli ibadah (orang yang banyak ibadahnya) seperti kelebihanku dari orang yang paling rendah dari sahabatku", HR: At-Tirmidzi dari Abi Amamah (Katanya: Hadits Hasan Shahih).
Inilah dalil betapa kemuliaan, kelebihan, kejelasan dan ketinggian darjat orang2 yang berilmu.
Keutamaan Menuntut Ilmu: FirmanNya: "Mestinya tidak pergi (Berperang) satu rombongan dari tiap2 golongan itu untuk memperdalam (ilmu) perkara agama", QS: At Taubah 122.
Dan lagi: "Bertanyalah kepada ahli zikir (berilmu), jika engkau tidak mengetahui", QS: An Nahl 43.
Sabda Rasulullah SAW: "Barang siapa menjalani suatu jalan untuk menuntut ilmu (Suluk & Thariqah), maka dianugerahi Allah kepadanya jalan ke Jannah", HR: Muslim dari Abu Hurairah.
Dan lagi: "Sesungguhnya engkau berjalan pergi menuntut suatu bab ilmu adalah lebih baik daripada engkau melakukan solat seratus raka’at", HR: Ibnu Abdul-Birri dari Abu Dzar.
Dan lagi: "Suatu bab dari ilmu yang dituntut seseorang adalah lebih baik baginya dari dunia dan seisinya", HR: Ibnu Hibban dan Ibnu Abdul-Birri dari Al-Hasan Al-Bashari.
Menuntut Ilmu Yang Fardhu ‘Ain: Bermula ilmu yang fardu ‘ain menuntutnya ialah ilmu yang membawanya pada keselamatan dunia dan akhirat. Adapun yang membawanya pada keselamatan itu adalah yang sebagaimana ada pada Rukun Islam, maka amalan itulah yang wajib dipelajari dan difahami dengan sebenar faham.
Sabda Nabi SAW: "Orang yang paling beruntung mendapatkan syafa’atku pada hari kiamat adalah orang yang mengucapkan Laa ilaha ilallah dengan sebenar ikhlas dari hati sanubari dan seluruh jiwanya (kerana dia faham/berilmu)", HR: Bukhari dari Abu Hurairah.
Dan lagi sabda Rasul: "Hak Allah atas hambaNya ialah supaya mereka menyembah Allah dan tiada mempersekutukanNya dengan sesuatu yang lain, Hak hamba atas Allah ‘Azza wa Jalla ialah tidak menyiksa orang yang tidak mempersekutukanNya dengan sesuatu yang lain", HR: Muslim dari Mu’adz bin Jabal.
Dan lagi: "Amal yang paling utama adalah Iman Kepada Allah, setelah itu Jihad fii sabilillah dan setelah itu Haji yang mabrur", HR: Muslim dari Abu Hurairah.
Maka ilmu yang utama adalah yang membahas pemahaman kepada mengEsakan Allah baik pada Zat, Sifat ataupun Af’alNya hingga ia yakin dan tiada syak waham atau dzon. Adapun Ilmu yang membahas pemahaman kepada mengEsakan Allah baik pada Zat, Sifat ataupun Af’alNya itu adalah Tauhid namanya, disebut juga dengan ilmu Kalam, Ilmu Sifat, Ilmu ‘Akaidul Iman dan Ilmu Usuluddin. Cabang Ilmu Tauhid yang membahas kelakuan zahir (Syari’at) orang yang paling suci hatinya dari syirik (Rasulullah SAW) dinamakan Ilmu Fiqih. Cabang Ilmu Tauhid yang mempelajari kelakuan bathin (Hakikat/Adab) orang yang paling suci dari syirik (Rasulullah SAW) dinamakan Ilmu Tassawuf. Istilah Fiqih dan Tassawuf ini adalah hal yang baru diambil dari Ijtihad ahli ilmu yang menjadi Ijma dan Qiyas dari para Sahabat, Tabi’iin, Tabi’i-Ittabi’iin, Ulama Al-Mutakadimin dan Ulama Al-Muttaakhirin. Setelah yang terakhir disebutkan tadi maka lengkaplah sudah dalil bagi ilmu yang mempelajari ‘itikad, kelakuan zahir dan kelakuan bathin Rasulullah SAW yang dituliskan dalam kitab-kitab mereka untuk dipelajari oleh Muslim pada zaman sekarang ini.
Sungguh telah diwajibkan dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW kepada seluruh ummat islam untuk mengikuti Beliau SAW, yakni mengikuti setiap kelakuan dan perbuatan Beliau SAW, baik solat berjamaah, mengaji dan mentauladani perilaku Akhlaqul Karimah Beliau SAW atau Sahabat yang diutus Beliau SAW untuk mengajar dan membimbing (berdakwah) suatu kaum dikeranakan jauhnya dari kediaman Rasulullah SAW. Maka pada zaman sekarang barang siapa mengaku muslim tetapi tiada ia faham yang lima perkara pada rukun islam itu dengan kaffah meliputi Zahir dan Bathin melainkan lebih berat kepada salah satu antara zahir saja atau bathin saja padahal tiada ia berjemaah (thariqah) mengikuti pengajaran dan bimbingan seorang Syeikh yang Irsyad atau Ulama warisatul anbiya yang sudah sampai pada kefahaman agama secara Kaffah yang sampai silsilah ilmunya hingga kepada Rasulullah SAW (Ahli zikr/Wali Allah), maka ia Munafiq, Kufur sekali-kali!
Barang siapa mengaku telah melaksanakan kelima perkara dalam rukun Islam tetapi tiada ia fahami adab yang bathin pada mengamalkan lima perkara rukun islam padahal ia tidak sedang menuntut ilmunya, melainkan sekadar yang zahir saja, maka haram baginya Islam, sebab lazim padanya fasiq, sebab lazim padanya mendustakan ajaran Rasulullah SAW, yakni tidak sudi menuntut ilmu kepada seorang Syeikh yang Irsyad atau Ulama warisatul anbiya yang sudah sampai pada kefahaman agama secara Kaffah yang sampai silsilah ilmunya hingga kepada Rasulullah SAW (Ahli zikr/Wali Allah) disebabkan kesombongannya yang merasa memadai dengan keadaannya yang hafidz Kitabullah, Sunnah dan hukum2 yang zahir saja padahal tiada menembusi tenggorokan, iman mereka tanggal ibarat panah terlepas dari busurnya dengan tiada sadar, ibarat ahli Kitab pada zaman Nabi, mereka mencampuradukkan antara yang Haq dengan yang bathil dan mendustakan peringatan-peringatan dengan dalil2 yang tiada ia fahami, bahkan mereka menganggap Bid’ah kepada yang mengingatkannya.
Barang siapa mengaku memahami adab bathin kelima perkara dalam rukun Islam tetapi tiada ia fahami syarat dan rukun pada syari’at dalam mengamalkan lima perkara rukun islam itu atau meringan-ringankan perkara syari’at itu, maka haram baginya Islam, lazim padanya kufur zindiq, sesat dan menyesatkan! mereka mendustakan ajaran Rasulullah SAW, yakni tidak sudi mengikut Sunnah Rasulullah SAW, padahal walaupun dengan jaminan dari Allah Ta’ala terpelihara keimanan, ketakwaan dan penghambaannya, Beliau SAW tetap melaksanakan dan mencontohkan langsung pada melaksanakan syari’at dengan sempurna. Mereka menyangka telah menuntut ilmu kepada seorang Syeikh yang mursyid yang berjaya dengan ilmu2 hakikat dengan banyak menzahirkan kejadian yang diluar thobi’at kebiasaan, seperti pandai meramal, kebal kulitnya dari benda tajam, menyembuhkan penyakit, berhubungan dengan alam ghaib dan lain-lain. Cara belajar dan latihan mereka pada umumnya sesekali saja mengaji pada mursyidnya, yang diajarkannya adalah ilmu Tassawuf martabat khawasul khawas. Mereka lebih bergantung pada amalan2 zikir berjemaah yang dipimpin oleh mursyid atau melalui khalifah2 (pemimpin2). Padahal Bathil (tertolak) maqam Irsyad seseorang dengan menzahirkan hakikat. Sesungguhnya yang demikian inilah yang disebut Istidraj, pada zahirnya seolah baik, tetapi hakikatnya menyalahi Aqidah.
Maka disebut Islam adalah orang yang memahami, mengamalkan dan meyakini dengan segenap hatinya, jiwanya dan seluruh anggota jasadnya kepada rukun Islam yang lima perkara, Atau jika tiada kefahaman dan tiada kesempurnaan amal padanya melainkan iman sebesar zarrah dan amalan sekedar pengetahuan dan kesanggupannya padahal ia sedang menuntut ilmu yang demikian itu dengan bersungguh-sungguh berjemaah (thariqah) kepada mengikuti pengajaran dan bimbingan seorang Syeikh yang Irsyad atau Ulama warisatul anbiya yang sudah sampai pada kefahaman agama secara Kaffah yang sampai silsilah ilmunya hingga kepada Rasulullah SAW (Ahli zikr/Wali Allah), maka memadailah keislamannya dan ia berhak atas diperlakukan sebagai saudara oleh muslim yang lainnya. Syeikh yang Mursyid yang sebenarnya terpelihara ia dari menzahirkan hakikat dengan sengaja atau kerana inginnya, ia teguh pada menyimpan rahsia Ketuhanan, tugasnya hanya memberi peringatan dan membimbing zahir dan bathin siapa yang berkehendak pada keselamatan akhirat saja, ia mengajarkan ilmu Tauhid, Feqah dan Tassawuf mulai dari yang fardhu ‘ain hingga martabat khawasul khawas bertingkat sesuai aqal penerimanya, tiada ia mengambil faedah duniawi pada pengajarannya baik harta ataupun kemuliaan.
Syarat Menuntut Ilmu (Thareqah Islam):
1-Bekal, yakni takut kepada Allah, Zat Yang Menguasai dirinya.
2-Senjata yang tajam, yakni zikrullah, hati yang suci dari syirik dan sifat-sifat mazmumah (kecelaan hati).
3-Kendaraan yang lekas, yakni Hemah (bersungguh2), tidak ada segan, lelah, malas atau mendahulukan urusan yang lain dari menuntut ilmu.
4-Mu’alim, yakni Syeikh yang Irsyad atau Ulama warisatul anbiya yang sudah sampai pada kefahaman agama secara Kaffah yang sampai silsilah ilmunya hingga kepada Rasulullah SAW (Ahli zikr/Wali Allah).
5-Taulan, yakni ikhwan yang sama-sama menuntut pada Syeikh yang sama.
Yang Mesti ada pada Mukmin:
1-Negeri yang luas, hati yang bersih dari syirik hingga mudah menyerap Hikmah ilmu Allah Yang Luas dan Tinggi.
2-Pelita yang menerangi, yakni memahami ilmu agama, minima setakat yang fardhu ‘ain yang meliputi ilmu Tauhid, Fiqih dan Tassawuf.
3-Kendaraan yang lekas, Jasmani yang suci dari memakan yg haram, memakai yg haram dan memperkatakan yag haram hingga tiada segan dan malas pada melaksanakan ta’at kepada Allah, hingga tiada yang menyulitkannya untuk mengerjakan segala suruhan Allah.
4-Pakaian yang indah, yakni akhlaq yang mulia, berperangai baik dan hati yang halus terhadap perasaan segala makhluq, hingga sangat beradab dan disukai setiap orang kecuali orang munafiq.
Adab Menuntut Ilmu:
1-Mengutamakan kesucian diri dari segala najis zahir dan bathin, yakni memelihara diri dari apa-apa yang merosakkan dirinya, seperti syirik, memakan, memakai atau berkata yang haram.
2-Memeliharakan diri dari keinginan duniawi, yakni suatu yang melampaui batas hajat ibadah.
3-Tawadhu dan Menyerahkan dirinya kepada Allah Ta’ala, yakni melalui Syeikh Mursyid, memelihara diri dari meringan-ringankan Syeikhnya karena kesombongannya, lihat kejadian Musa AS yang disuruh berguru kepada Khidir AS.
4-Pada tahap permulaan jangan mendengarkan ajaran-ajaran agama selain daripada Syeikhnya, yakni menjauhkan diri dari berhujjah dan berbantahan dengan kebanyakan orang, dan memilih sahabat.
5-Tidak meringan-ringankan suatu bab pada ilmu agama baik zahir ataupun bathin, sebab segala bab dalam ilmu agama itu saling berkaitan dan menguatkan satu dengan yang lainnya, jika ada umur panjang perdalamlah, jika tidak maka memadailah imanmu sebatas pengetahuanmu.
6-Jangan memasuki suatu bab dengan tidak tertib, dimulai dengan yang lebih penting dahulu hingga yang berupa pendalaman, ikutilah Mursyid yang sudah menyusun penyampaiannya untukmu.
7-Jangan memasuki furuq ilmu dengan tidak tertib, ikutilah Mursyid yang sudah menyusun penyampaiannya untukmu.
8-Mengetahui kelebihan dan keutamaan menuntut ilmu agama dibanding yang lainnya dengan kepercayaan yang penuh.
9-Tujuan menuntut ilmunya hanya menjalankan kewajiban menurut syari’at hingga mendapatkan keredhaanNya, tiada bernafsu untuk mendapatkan ilmu,atau berkehendak pada mencapai maqamah yang tinggi melainkan ikhlas pada menjalankan ibadah yang utama, yakni Islam secara kaffah.
10-Menempatkan suatu pada tempatnya, yakni tidak berminyak air (mengasingkan).
Adab Penunjuk Jalan Kebenaran (Mursyid) yang Mengajar (Mu’alim):
1-Mengasihi dan menyayangi murid2nya dan memperlakukan mereka sebagai anaknya sendiri.
2-Mengikuti jejak Rasul, tidak mencari upah, balasan dan terima kasih dari mengajar itu, melainkan karena Allah.
3-Fathonah dalam menyampaikan ilmu setakat aqal masing-masing murid, walau dalam satu kalimat tetapi dapat diterima oleh masing-masing murid yang berbagai tingkatan aqal, menasihati dan mencegah muridnya pada mempelajari ilmu yang diluar kemampuan aqalnya.
4-Memperingati muridnya dengan sindiran yang halus atau kasar disesuaikan dengan keadaan aqal dari berperangai jahat.
5-Tiada memilih-milih dengan melecehkan suatu bab atau bidang ilmu melainkan mengajari secara kaffah dan setahap demi setahap sesuai dengan kemajuan aqal.
6-Pandai menempatkan penyampaian dengan mengetahui tingkatan aqal masing2 muridnya.
7-Menyampaikan dengan jelas dan terang dengan huraian yang tersusun hingga memudahkan muridnya dalam memahami ilmu.
8-Mengamalkan segala yang diajarkannya, yakni memberikan tauladan akhlaqul karimah.
Yang Mesti dikekalkan amalan setiap hari:
1-Mengerjakan amalan yang fardhu ‘ain dan meninggalkan yang diharamkannya.
2-Taubat dan zikrul Maut.
3-Mengkaji ilmu yakni Mengaji pada Syeikh, Muzakarah, Muthala’ah atau Menderasah Kitab.
4-Wirid Wasilah yang diberikan Syeikhnya (Selawat atas Nabi SAW, Zikrullah, Takdzim, Tahmid, Takbir) dengan tiada tergagah melainkan sekadar kemampuannya, lebih baik mengekalkannya walau sedikit tetapi tetap tiada terputus setiap hari diamalkan.
Adab Beramal:
1-Attafahum, yakni faham pada syarat, rukun, ‘itikad yang sah , adab dan sebab ia mengamalkan.
2-Hudurun Qalbu, yakni mengingat Allah, hingga tiada terputus pada amalannya itu kerana Allah Ta’ala.
3-Khusyuk dan Tawadhu dihadapan Allah seolah ia melihat Allah, atau ia yakin Allah melihatnya (ihsan) hingga tiada dakwa (mengaku2) pada amalannya melainkan Khauf dan Razak kepada Allah.
Adab membersihkan diri:
1-Taubat dan zikrul maut.
2-Memelihara Kendaraannya, yakni mengurangi yang melampaui batas hajat hidupnya atau pekerjaan yang sia-sia pada mengurangi makan, mengurangi tidur, mengurangi berkata2 dan mengurangi bercampur dengan kebanyakan manusia.
3-Mengekalkan ikhtiar hati pada mengingat Allah pada saat ini.
4-Menjaga adab pada Syeikhnya dengan tiada meringan-ringankan segala suruhnya.
Memelihara Kenderaan (keperluan jasad):
1-Mengurangi makan yang diluar dari hajat ibadah, yakni tidak memperbanyakkan makan karena sedap lauknya, makanlah sekadar dapat menguatkan jasad pada mengerjakan ibadah, sesungguhnya tetap dalam kelaparan itu melunakkan hati.
2-Mengurangi tidur yang diluar hajat dari ibadah, yakni tidak membanyakan tidur karena takut menghadapi masalah hidup, tidurlah sekadar jika mengantuk, bangunlah pada waktu tiba masa mengerjakan ibadah.
3-Mengurangi berkata-kata yang sia-sia dan tiada munafaat untuk ikhtiar kita pada ibadah kepada Allah, berkata-katalah sekadar perlu.
4-Mengurangi bercampur kebanyakan manusia, yakni mengurangi mencampuri urusan orang lain baik pada ilmu, iman, akhlaq atau perangai mereka, adalah terlebih baik memelihara diri sendiri dan ahlinya dari api neraka, jangan menghiraukan betapa pandangan mereka padamu, peliharalah dirimu dan ahlimu dari sakit hati, dendam dan berprasangka buruk terhadap orang lain dengan tiada mengurangi kewaspadaan.